Thursday 27 February 2014

ORANGE DAY



Setelah menyelesaikan urusan laundry dan sebuah rapat penting--walaupun akhirnya masih meninggalkan jemuran dan piring kotor—kami, aku dan tukang ojekku (haha,.becanda Ning, my best friend yang udah nganter ke stasiun) bergegas menuju stasiun besar Tugu Yogyakarta. Saat itu masih berharap bisa mengejar kereta Prameks tujuan Solo. Tepatnya tujuan kita kali ini adalah Purwosari. Tapi kejadian ketinggalan kereta yang bagiku sudah ketiga kalinya pun benar-benar terjadi. Terjadi di depan mata kepalaku sendiri. Haha. Baiklah bagaimana kalau naik bus saja. Oh, ternyata My Mom yang mau kutemui di Solo masih mau mampir ke makam Pak Suharto (dimana ya??). Jadilah kami, aku dan Ning keluar stasiun hendak menuju terminal bus. Tapi lalu perang terjadi antara kubu yang mempertahankan kereta dan yang berinisiatif aktif menginginkan bus antar-kota-antar-provinsi. Maka sidang memutuskan untuk kembali memasuki arena stasiun dan mencari bukti-bukti serta keterangan otentik tentang jadwal kereta selanjutnya. Benar saja, jaksa penuntut umum kalah. Dia tidak bisa mempertahankan argumen bahwa naik bus merupakan solusi terbaik, sebab ternyata di lapangan ditemukan bahwa ada kereta ke Solo pukul 12.00..hahaha…alhamdulillah. Sidang pun ditutup.
 
Dibalik setiap kejadian pasti ada hikmah. Benar. Hikmah besar dari ketinggalan kereta jam 11 adalah satu; bisa tilawah beberapa halaman sambil nunggu kereta jam 12, dua; bisa minum sekaleng susu dulu, dan tiga; kalau sampai solo masih jam 12 berarti saya harus menunggu jemputan selama 4 jam karena akhirnya jemputan datang pukul empat sore. Lumayan, berkurang satu jam nunggu kayak orang ilang.

 

Kereta tlah tiba…kereta tlah tiba…hore hore hore. Awalnya saya pikir (kebanyakan mikir ya) itu kereta salah jalur dan keretaku belumlah datang. Salah. Itulah keretaku. Wah, keren. Bukanlah kereta ekonomi biasa dengan corak abu-abu kuning, tetapi kereta ekonomi non AC yang pintunya bisa buka nutup sendiri (berasa di luar negeri, berasa ndeso, haha) dengan corak abu-abu, kuning, dan ungu. Inilah kereta Sri Wedari (yang mirip Prameks) dengan rute Yogyakarta Tugu, Yogyakarta Lempuyangan, Maguwo, Klaten, Solo Purwosari, dan Solo Balapan. Untuk non AC harga tiketnya 10.000 rupiah. 

Mendengar percakapan dua orang mahasiswi di kursi sebelah. Huruf-huruf diperbincangkan. A C D E. Protes pada dosen yang memberi nilai. Sementara di sebelah kiri ada penjual roti maryam khas stasiun yang tempo hari ingin dibeli teman sekontrakanku. Terpampang tulisan “jual roti maryam Rp 4000. Kubawakan fotonya saja ya. Foto bapak-bapak yang tiba-tiba menghilang bersama dagangannya setelah kerumunan calon penumpang kereta berubah sepi berganti dentang bel keberangkatan.

Sambil menunggu jemputan, alangkah bijaknya untuk menikmati se-cup mie hangat. Tapi sama mbak penjualnya nggak boleh makan di kursi depan warungnya. Wah..kenapa?? oh ternyata, usut punya usut, meja kursi itu bukan milik si mbak. Jadi daripada kena marah warung sebelah si mbak menasehatiku untuk makan di tempat tunggu saja. Saya pikir…ada satpam yang bakal melarang, aneh, padahal jelas-jelas itu warung makan. Ternyata pikiran dan kesimpulan pribadi saya salah. Haha. Oke mbak. Siap.


Motor kuning ini.....


Makan srabi sambil nunggu di halte bus Batik Solo Trans...

 



Dan penantian pun berakhir tiga jam kemudian…
Mari jelajahi Solo next time…saatnya pulang…


Kediri, 01-02-2014
Sjm