Setiap mengisi pertanyaan tentang hobi di formulir
apapun itu, tak lupa saya cantumkan menulis selain hobi membaca dan nonton
film. Kegemaran menulis sudah ada sejak cukup lama. Awalnya menulis buku
harian, lalu menulis puisi, sampai pernah ketika ujian akhir semester di SMP
bukannya belajar saya justru asik menulis berjalannya hari-hari ujian menjadi
rangkaian cerita pendek.
Tulisan berikut bukan tentang saya yang jago
menulis. Saya baru belajar, masih anak bawang. Kalau kata Clara Ng, jangan
bilang kamu penulis kalau belum menerbitkan minimal tiga buku. Tiga. Satu pun
saya belum pernah. Tapi entah mengapa, dunia tulis menulis seakan selalu
mendekat dan menyenangkan.
Saya masih ingin percaya kalau yang telah terjadi
adalah rangkaian kebetulan yang menyeret saya sedikit tahu tentang menulis dan
berhasrat untuk terus menulis. Tapi hal lain menyuruh saya untuk percaya bahwa
mungkin ini adalah salah satu cara Tuhan berbicara kepada umatnya. Memberitahu
tentang sesuatu agar kita melakukannya dan belajar lebih banyak.
Jadi begini, setelah melalui masa tulisan-tulisan
curhat di jaman SD dan SMP, saya bertemu dengan guru bahasa Indonesia favorit
di SMA. Sebenarnya pelajarannya biasa hanya saja Ibu Guru kami waktu itu baik
sekali, kami para murid pun banyak yang mengidolakannya. Suatu hari kami
diminta menulis esai, dengan semangat saya menuliskan tentang teman-teman
sebaya yang banyak menghabiskan hari-harinya di perempatan. Di hari lain,
lahirlah sebuah script drama tentang perayaan ulang tahun dengan setting
mirip perampokan.
Semasa SMA saya bergabung dengan skuad pramuka.
Lagi-lagi entah bagaimana dulu ceritanya, salah satu cerpen saya yang lumayan
geje (baca: nggak jelas) termuat di majalah mini anak-anak pramuka. Bahkan
sempat juga mewawancarai bapak ibu pembina dan berhasil mengabadikan keduanya
dalam jepretan kamera.
Di tempat lain, saat bergabung dengan pers
sekolah, saya juga cukup berhasil mendekat ke kerumunan yang menyambut Bapak
Walikota Kediri dan Kiai Pondok Lirboyo bersama wartawan-wartawan senior. Pernah
juga bersama seorang teman memasuki pondok pesantren untuk menanyakan lebih
jauh tentang difatwakannya facebook sebagai jejaring sosial yang haram. Saya
lupa apakah laporan saya akhirnya dimuat atau tidak di majalah sekolah. But, jujur,
that was one of my amazing moment.
Akhir masa SMA sebuah lomba menulis cerpen membuat
saya meminta Ibu untuk menemani sampai ke kota Malang demi bertemu Mbak Afifah
Afra dan bertemu dengan peserta kompetisi yang lain. Saya belum menang tapi
banyak pertanyaan tentang menulis yang terjawab. Perjalanan yang menyenangkan.
Terima kasih ibu yang mau menyusahkan diri mengantarkan. You are my big motivation.
Dari seminar dan kompetisi itu juga saya akhirnya
mengenal FLP (Forum Lingkar Pena). Mbak Afra membincangkan FLP Yogyakarta yang
semasa kuliah saya kenal dengan ketua umumnya, bahkan ia adalah kakak angkatan
satu fakultas. Akhir-akhir lalu teman sekontrakan saya adalah penggiat
komunitas itu juga.
Ya, sekarang saya tinggal di Yogyakarta. Tempat di
mana banyak penulis lahir. Banyak penerbitan subur di kota pelajar ini. Lebih
banyak lagi manusia berbakat yang sudi berkenalan dengan saya. Tahun lalu, di
kontrakan saja ada dua orang anggota FLP. Salah satunya kini sedang menunggu
novelnya yang diterbitkan beredar dan akan menjadi salah satu pembicara di
event penulis di Jakarta. Selamat kakak. Semoga bisa segera menyusul J. Di waktu yang lain saya berhasil
mendapatkan buku gratis dari seorang teman yang menerbitkan novel sepulang KKN
nya di lombok.
Mencoba, saya masih terus mencoba untuk menulis.
Hingga suatu hari di atas meja kayu jati, di dalam kamar kos ukuran 2x3 sebuah
cerpen berjumlah 17 halaman selesai saya tulis dalam satu hari dan masuk 20
besar kompetisi yang diadakan komunitas sastra salah satu perguruan tinggi di
Jawa Barat. Sayangnya karena harus berangkat praktek lapangan, saya tak
berkesempatan bertemu teman-teman di sana. But, yeah, it’s another amazing
moment ever happen in my life history. Hanya masuk 20 besar sudah membuat
saya kegirangan. Salah satu jurinya adalah Oka Rusmini, yang bukunya pernah
saya baca semasa SMA.
Tulisan demi tulisan terus berlanjut demi mendengar
hujan asteroid.
INTERVAL
Beberapa saat yang lalu saya berpikir untuk
membangun sebuah blog khusus berisikan tulisan-tulisan saya, baik fiksi maupun
non fiksi. Meskipun nantinya tidak banyak yang membaca paling tidak saya
belajar untuk lebih berani mengutarakan asteroid-asteroid pemikiran dan ide-ide
yang pernah melintas dalam orbit otak saya.
Karena saya merasa tulisan fiksi saya monoton,
saya pun ingin bertemu lebih banyak orang dan mulai menulis tentang kisah
mereka atau banyak mengunjungi tempat dan menulis laporan perjalanan. Menulis
fakta.
Tepat setelah pikiran itu melintas, saya bertemu
dan berkenalan dengan Pak Pepih Nugraha lewat bukunya Citizen Journalism.
Sudah hampir tuntas saya baca tapi belum punya bukunya. Nantilah saya beli.
Menarik sekali bukunya. Terutama karena mulai tertarik tentang menulis
reportase. Saya bukan wartawan atau penulis profesional jadi buku itu terasa
sangat cocok dijadikan referensi.
Semangat-semangat riset-meski saya belum juga
bernyali menyelesaikan skripsi-datang dari para penulis luar biasa melalui
curhat mereka di buku My Life as Writer. Buku-buku itu terus mendatangi
saya. Sepertinya mereka ingin membuat saya terus membaca.
Menutup coretan saya ini, saya kutip perkataan Gurutta
Ahmad Karaeng dalam novel Rindu-nya Tere Liye yang mengatakan kalau mau
menulis sebuah paragraf yang baik bacalah satu buku. Sepakat. Tulisan
dilahirkan untuk dibaca dan tentunya bacaan dibuat agar lahir tulisan-tulisan
yang lebih baik. Sama seperti, jika kita ingin menjadi guru yang baik maka kita
harus menjadi murid yang baik agar bisa mengajar murid-murid dengan lebih baik.
Meski buku-buku tentang menulis semakin hari
semakin banyak menarik perhatian saya, sekali lagi saya menyampaikan bahwa
tulisan ini adalah tentang bagaimana dunia tulis menulis selalu serasa mendekat.
Pertanyaan baru dimulai dari sini. Dengan segala kebetulan menarik yang saya
temui dalam menulis tersebut apakah akan membuat saya benar-benar menjadi
penulis? Kalau nantinya saya benar-benar bisa menulis yang dengan percaya diri
saya buat untuk dibaca lebih banyak orang, saya akan kembali bercerita.
One for sure, I love writers