Intro:
Ada 2 pemain film KMGP sedang ngopi starbucks di depan
mata...
Dan.. begitu saja. Haha.
-------------------------------------------->
Oke.
Masuk ke pokok bahasan...
Tidak
banyak yang bisa saya ceritakan tentang buku di sini.
Entahlah.
Ia adalah si tak hidup yang menggairahkan dan
membosankan.
Tak perasa yang menyakitkan dan menggembirakan.
Perjalanan sekaligus tempat berdiam.
Tutur yang mampu melintasi jaman.
Rapuh yang membakar.
Begitulah.
Entah sejak kapan “membaca” jadi salah satu bahan wajib
untuk diisi di kolom hobi. Dengar-dengar, orang yang hobi baca itu keren. Nah,
mungkin sejak itulah saya memutuskan untuk menjadi salah satu orang keren di
dunia ini. Namun, meski demikian saya nggak memaksakan diri untuk membaca
setiap buku yang baru keluar atau sedang ramai dibicarakan. Saya bukan editor,
tetapi penikmat karya baik fiksi maupun non fiksi, sastra maupun non sastra.
Maka, sebagaimana penikmat kopi, saya juga pilih-pilih jenis kopi mana yang mau
saya sruput.
Buku pertama atau mungkin lebih tepatnya yang sering saya
baca sewaktu kecil selain buku belajar membaca dan berhitung adalah buku-buku
semacam 25 nabi, kisah nabi khidir, dan siksa api neraka (ini buku serem banget
nggak sih? Anak 90-an pasti paham deh, haha). Buku-buku itu dibelikan oleh ayah
tercinta. Kalau nggak salah ingat belinya di alun-alun. Harganya masih empat
digit.
Kenapa suka buku? Saya pernah cicit cuit di twitter (@master_bee-_hiro)
begini...
when I lost my sight, the book saved me
buku? karena ia mengijinkanq menikmati gunung yg mungkin tak sempat
kujejaki. hutan utk kujelajahi, atau sungai yg deras dan keruhnya kusegani
Oleh sebab itulah, kalau ada buku yang difilmkan, saya
lebih memilih baca bukunya dulu baru nonton filmnya. Kenapa? Karena visualisasi
yang dibuat oleh sang sutradara berpotensi merusak seindah-indahnya bahkan
seburuk-buruknya imajinasi yang sudah saya bangun dengan susah payah.
Well, ini
dia lima buku yang cukup mempengaruhi saya sementara ini...
1.
Sokola Rimba – karya Butet Manurung
Semua
bagian adalah favorit. Tapi yang paling favorit adalah surat wasiat yang ia
tulis saat pertama kali datang ke lingkungan orang rimba dan harus tidur
sendirian di kedalaman hutan. Kocak.
Ya,
saya suka model tulisan seperti ini. Lihat saja buku favorit kedua saya ini...
2.
Anak-Anak Angin – karya Bayu Adi Persada
I
love how he overcome every obstacle to teach the kids and gave them the best
experience as children and student.
3.
Into the Wild – karya Jon Krakauer
Buku
ini pernah saya bahas sebelumnya. Tulisan ini membuat saya jatuh hati dengan
penulis dan jurnalistik.
4.
Citizen Journalism – karya Pepih Nugraha
Melalui
buku ini saya jadi lebih bersemangat nge-blog. Yah, meski begini-begini saja. Haha.
Kesimpulannya, dunia jurnalistik sekarang bukan hanya milik jurnalis arus utama.
5.
Edensor – karya Andrea Hirata
Satu-satunya
karya Andrea Hirata yang saya baca secara utuh dan bikin ketawa dari awal
hingga akhir.
Oke. Itu saya. Kalau kamu?