Tuesday 9 December 2014

HASNA

Namanya Hasna. Kakaknya bernama Noval. Dialah adik dari semua yang pernah hadir di tenda ini. Tangannya begitu mungil dan senyumnya sangat manis. Begitu kami duduk di deretan kursi yang telah tertata rapi sejak sore tadi, ia berjalan menghampiri. Langkah mungilnya diiringi senyum manis tak berdosa. Digigit-gigit tangannya. Terlihat malu-malu mendekati kami.

“Hai.” Salam yang begitu standar. Dan seperti anak-anak normal lainnya dia hanya memandang tanpa membalas salam kami. “Sini-sini.” Reaksi kedua yang juga standar. Kusentuh pipi gembulnya dan sekali lagi pertanyaan yang bisa ditebak keluar dari mulut kami, “Namanya siapa?”

Sang kakak membantuku memahami gerak bibir adiknya. Selanjutnya, gerakan tangan Hasna seperti memintaku untuk memangkunya. Kulingkarkan kedua tanganku di bawah ketiaknya dan menaikkannya ke pangkuanku. Wah, beginikah rasanya memangku buah hati kita nanti.

Makanan yang kami pesan pun datang. Ibu dan Bapak Hasna yang mengantarkan. Ya, tenda yang kumaksud adalah warung tenda di pinggir jalan. Ibu dan bapaknya yang berjualan. Aneka penyetan. Hasna masih di pangkuanku dan tak mau turun. Jadilah kami makan ditemani Hasna yang lebih asyik bermain tutup botol dan menjilati bibir botol minumku. Ia tertarik dengan riak air di dalam botol yang kugoyang-goyangkan. Saat mencoba melakukannya sendiri, bukan botol yang ia goyangkan tapi kepalanya. Lucu sekali. Dan senyum manis itu kembali hadir setiap kami menggodanya. Ciluk..ba...

Malam semakin larut. Noval jadi bermain bola sendiri karena adiknya lebih suka bermain dengan kami. Remain calm in my lap. Lalu serombongan gadis-gadis kuliahan seperti kami datang. Mereka pun menyapa Hasna. Perhatian Hasna teralihkan. Pertanyaan-pertanyaan dan reaksi-rekasi standar pun terulang kembali.

Mbak-mbak di sebelah berhasil meminta Hasna berpindah pangkuan. Kami tak punya hak melarang sebab dia adalah adik dari semua yang hadir di tenda ini. Kami pun melanjutkan makan. Dan sebelum pulang kami semua beramai-ramai melambaikan tangan padanya. “Dada dek Hasna...”

Hasna. Dialah adik dari semua yang hadir di tenda itu. Dia bersama kakaknya selalu berada di sana. Kau akan menemukan mereka asyik bermain di atas tikar berhias bantal dan guling usang yang terhampar di atas trotoar malam, di antara dapur dan deretan meja makan.

March 02, 2014

Wednesday 10 September 2014

WATCH OUT the sparkling discount

Looking at all of this sparkling discount  I know that I am one of the lucky girl in the world. And why? Yes, I’ve just bought two pieces of blouse only with 160. Imagine that. And I love these green couples.
Everytime I go shopping with my mother it is like an alarm in my head that say do not easily trust the discount or to what the shopkeeper say to you.
First case. The discount. When you enter the shop and see all of that colourfull papers hanging on the wall with some magic numbers your eyes will surely become bigger. Buy one get two. Buy two get one. Twenty percents. Fifty. Seventy. Wow. The girls, including me and you, and the mothers will say the same. Wow. Once again. And finally drown into the discount pool. Without realising the money that thrown away at the cashier we feel happy for some pieces of cloths that we actually do not really need. And after awhile when we came home..tadaa...no more money and regret remains.
The prize tag on my new blouses said that they were more than 300 each in normal day. And on this very special day, they are only 80. So, I guess it must be hurt for someone who has bought this one sometime ago. But time is not the problem here because at this case by the time being we have take advantage of using the blouse. And by selling under the normal price, the producer will not lose anything at all. The problem is by giving us the beautiful feeling of getting discount they get some money and we spent more money which is in not in a good way. You and I might not really need the things. We might have bought them too much because of the low prices. And then finally when we have to buy the real need or something we really want we will spent more and more money. Who get the advantage now? The shop.
Second case. The shopkeeper. They must have been in the same and long training to say “Oh, it’s a good stuff for you. You will regret not to having one now, it is the last stock. It fits you well. You are very beautiful with this on your feet”. And any other sweet trapping words. Wake up girls, of course they will say so. Why? Are they lying? Might be. Hello, remember that they are selling and telling what you want to listen not to what you should know. They are selling not giving you the best advice but what makes you buy.
Just a little advice from me, trust yourself to choose and do not buy only because of the hanging magic numbers of discount. Because at last the one who will wear the things is you, who spent the money and feel the uncomrtable is you. If you say yes, buy it. If you say no, don’t dare to touch that things again.

Good luck on shopping today.. Lucky I am.. J

Tuesday 29 July 2014

teriyaju


ini dia bekal makan dengan lauk daging sapi tumis berbumbu mirip teriyaki (hehe-modif dikit) ditambah dengan irisan cheddar plus sayur and tempe masakan ibu
itadakimasu!

Thursday 27 February 2014

ORANGE DAY



Setelah menyelesaikan urusan laundry dan sebuah rapat penting--walaupun akhirnya masih meninggalkan jemuran dan piring kotor—kami, aku dan tukang ojekku (haha,.becanda Ning, my best friend yang udah nganter ke stasiun) bergegas menuju stasiun besar Tugu Yogyakarta. Saat itu masih berharap bisa mengejar kereta Prameks tujuan Solo. Tepatnya tujuan kita kali ini adalah Purwosari. Tapi kejadian ketinggalan kereta yang bagiku sudah ketiga kalinya pun benar-benar terjadi. Terjadi di depan mata kepalaku sendiri. Haha. Baiklah bagaimana kalau naik bus saja. Oh, ternyata My Mom yang mau kutemui di Solo masih mau mampir ke makam Pak Suharto (dimana ya??). Jadilah kami, aku dan Ning keluar stasiun hendak menuju terminal bus. Tapi lalu perang terjadi antara kubu yang mempertahankan kereta dan yang berinisiatif aktif menginginkan bus antar-kota-antar-provinsi. Maka sidang memutuskan untuk kembali memasuki arena stasiun dan mencari bukti-bukti serta keterangan otentik tentang jadwal kereta selanjutnya. Benar saja, jaksa penuntut umum kalah. Dia tidak bisa mempertahankan argumen bahwa naik bus merupakan solusi terbaik, sebab ternyata di lapangan ditemukan bahwa ada kereta ke Solo pukul 12.00..hahaha…alhamdulillah. Sidang pun ditutup.
 
Dibalik setiap kejadian pasti ada hikmah. Benar. Hikmah besar dari ketinggalan kereta jam 11 adalah satu; bisa tilawah beberapa halaman sambil nunggu kereta jam 12, dua; bisa minum sekaleng susu dulu, dan tiga; kalau sampai solo masih jam 12 berarti saya harus menunggu jemputan selama 4 jam karena akhirnya jemputan datang pukul empat sore. Lumayan, berkurang satu jam nunggu kayak orang ilang.

 

Kereta tlah tiba…kereta tlah tiba…hore hore hore. Awalnya saya pikir (kebanyakan mikir ya) itu kereta salah jalur dan keretaku belumlah datang. Salah. Itulah keretaku. Wah, keren. Bukanlah kereta ekonomi biasa dengan corak abu-abu kuning, tetapi kereta ekonomi non AC yang pintunya bisa buka nutup sendiri (berasa di luar negeri, berasa ndeso, haha) dengan corak abu-abu, kuning, dan ungu. Inilah kereta Sri Wedari (yang mirip Prameks) dengan rute Yogyakarta Tugu, Yogyakarta Lempuyangan, Maguwo, Klaten, Solo Purwosari, dan Solo Balapan. Untuk non AC harga tiketnya 10.000 rupiah. 

Mendengar percakapan dua orang mahasiswi di kursi sebelah. Huruf-huruf diperbincangkan. A C D E. Protes pada dosen yang memberi nilai. Sementara di sebelah kiri ada penjual roti maryam khas stasiun yang tempo hari ingin dibeli teman sekontrakanku. Terpampang tulisan “jual roti maryam Rp 4000. Kubawakan fotonya saja ya. Foto bapak-bapak yang tiba-tiba menghilang bersama dagangannya setelah kerumunan calon penumpang kereta berubah sepi berganti dentang bel keberangkatan.

Sambil menunggu jemputan, alangkah bijaknya untuk menikmati se-cup mie hangat. Tapi sama mbak penjualnya nggak boleh makan di kursi depan warungnya. Wah..kenapa?? oh ternyata, usut punya usut, meja kursi itu bukan milik si mbak. Jadi daripada kena marah warung sebelah si mbak menasehatiku untuk makan di tempat tunggu saja. Saya pikir…ada satpam yang bakal melarang, aneh, padahal jelas-jelas itu warung makan. Ternyata pikiran dan kesimpulan pribadi saya salah. Haha. Oke mbak. Siap.


Motor kuning ini.....


Makan srabi sambil nunggu di halte bus Batik Solo Trans...

 



Dan penantian pun berakhir tiga jam kemudian…
Mari jelajahi Solo next time…saatnya pulang…


Kediri, 01-02-2014
Sjm