Sebelum
datang ke sebuah wawancara saya berhenti di sebuah warung. Sarapan. Di depan
saya duduk seorang pemuda yang menarik perhatian. Lagaknya aneh. Dia memegang
sebuah telur asin. Telur itu tidak segera dikupas lalu dimakan. Ia hanya
memegangnya di dekat hidung. Mengusap-usapkannya ke lubang hidung sebelah kiri.
Cukup lama. Entahlah. Dari semua hal yang bisa dilakukan di pagi ini, mengapa
ia justru memilih berusaha keras memasukkan telur itu ke dalam hidungnya ya.
Saya mencoba mengerti.
Memasuki
gedung wawancara sudah banyak yang mengantri. Pukul sebelas nama saya baru
dipanggil. Dalam wawancara siang itu saya ditanya begini, “Apa momen terbaik
dalam hidup Anda?”.
Saya
pun berfikir keras. Saya tidak boleh terlihat ragu dalam menjawab. Tapi terlalu
banyak momen baik sepanjang hidup saya.
“Salah
satu momen terbaik dalam hidup saya adalah di suatu siang ketika saya lapar,
Pak.”
“Waktu
kamu lapar?”
“Iya,
Pak. Suatu siang, saya kelaparan dan hanya ada beras di kamar kos. Saya keluar
hendak membeli tahu putih, tapi yang ada tinggal tahu kuning. Jadilah saya
membeli tahu kuning itu dan merebusnya.
Ya, hanya saya rebus. Karena sangat lapar, akhirnya sambil menunggu nasi yang
belum matang saya memakan beberapa tahu yang masih hangat itu. Di situlah Pak,
Saya merasakan enaknya makan tahu. Nikmat sekali. Perut saya yang kosong
berangsur terasa hangat begitu potongan-potongan tahu itu satu persatu masuk
mulut, saya kunyah, lalu turun ke lambung.”
Bukannya
saya tidak serius dengan menceritakan tentang itu. Bisa jadi momenmu itu
berbeda dengan kebanyakan orang. Bagaimanapun jawaban terbaik adalah suatu
kejujuran. Jadi menurut saya, sah-sah saja menceritakan apapun yang memang
membuatmu menyebutnya momen spesial. Yang terbaik. Yang tak bisa dilupakan. Mungkin
dipandang biasa atau aneh sekalipun.
Dengan
penuh percaya diri saya bercerita sebab saya yakin kalau pewawancara itu, si
pemuda yang berusaha memasukkan telur
asin ke lubang hidungnya tadi pagi, tak akan mudah terganggu dengan cerita soal
momen tahu kuning saya.
#ceritasaatduaoranganehbertemudisatumejamakan
No comments:
Post a Comment