Catatan Bengkel Journalist Event 2015 (1)
Bengkel
Journalist Event (BEJO Event) adalah salah satu agenda tahunan yang
dilaksanakan oleh Keluarga Muslim Fakultas MIPA UGM. Tahun ini BEJO Event
berlangsung pada tanggal 4-6 Desember 2015. Acara yang diselenggarakan
bersamaan dengan bazar di area auditorium Fakultas Kedokteran ini resmi dibuka tepat
pada pukul 16.10 WIB. Pembukaan ditandai dengan pemukulan gong oleh koordinator
acara yang mewakili ketua panitia.
Salah
satu agenda pembuka yang berhasil saya ikuti adalah kajian kepenulisan bersama
Ust. Salim A. Fillah. Beliau menyampaikan materi tentang mengapa kita harus
menulis dan juga membagikan rumus canggih dalam menulis. Berikut adalah tulisan
yang saya susun berdasarkan materi yang disampaikan dan hasil diskusi dengan
peserta. Semoga bermanfaat.
Mengapa menulis?
1. Untuk mengikat ilmu
Dalam sebuah
hadits disampaikan bahwa makhluk pertama yang diciptakan Allah adalah pena atau
kalam. Kemudian Allah menyuruhnya untuk menuliskan takdir1.
Selain itu, Imam
syafi’i menasihati kita tentang ilmu dalam syairnya, “Ilmu itu bagaikan binatang
buruan, sedangkan pena adalah pengikatnya. Maka ikatlah buruanmu dengan tali
yang kuat.” Oleh karena itu tujuan pertama menulis adalah untuk mengikat ilmu.
2. Untuk mengukur kemampuan
Dengan menulis
kita akan terbantu untuk mengetahui seberapa jauh ilmu yang sudah kita serap.
Semakin banyak ilmu yang didapatkan tentunya akan mempengaruhi gaya penulisan
dan isi tulisan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Bisa jadi sekarang kita
akan menertawakan tulisan kita yang telah lalu.
3. Untuk memancing ilmu
Menulis
seharusnya tidak dimulai dengan “saya tahu ini dan kamu tidak, maka saya
beritahu kamu” tetapi sebaliknya kita harus mengawali dengan berpikir bahwa
“aku tahu ini, kamu tahu lebih banyak, kalau aku salah maka benarkan”. Dengan
demikian, kita berkesempatan berdiskusi dan mendapatkan lebih banyak ilmu. Kita
menulis bukan untuk menjadi guru, tetapi menjadi murid.
Bagaimana rumus
agar tulisan kita menarik?
1. Miliki daya ketuk atau sentuh
Untuk memiliki
daya ini maka sebuah karya harus ditulis dengan ikhlas. Seumpama susu yang
keluar di antara darah dan kotoran2. Ia bergizi, bermanfaat, dan
mudah dicerna. Dalam menulis harus dihilangkan segala kesombongan dengan merasa
bahwa kita lebih tahu.
2. Miliki daya isi
Maksudnya
adalah berdasarkan sumber yang shahih. Hal ini dapat diperoleh dengan melakukan
banyak pengayaan dan melihat bahan tulisan dari berbagai sudut pandang.
3. Miliki daya memahamkan
Cara memberikan pemahaman yang baik adalah dengan memperbaiki
bahasa. Sebagaimana Al-Qur’an yang diturunkan untuk memperbaiki dan membakukan
tata bahasa Arab yang dahulunya memiliki aturan tata bahasa sesuai keinginan
para penyair. Maka tulisan dapat dipahami dengan baik jika tata bahasanya
diperhatikan.
Bagaimana jika
banyak ide tetapi berloncatan dan bagaimana mengatasi kebosanan?
Maka
untuk menghindari banyak keluar dari tema yang dituliskan, kita harus membuat
kerangka. Hal ini membantu ketika bosan datang di tengah-tengah proses menulis.
Dengan berpegang pada panduan kerangka, maka sah-sah saja jika kita tidak
menulis secara berurutan dari bab 1 atau menuliskan bagian akhir terlebih
dahulu agar rasa bosan bisa teratasi dan kita tetap menulis sesuai target.
Menulis juga bukanlah satu-satunya amalan yang bisa
terus-menerus kita lakukan. Jika benar-benar merasakan bosan, maka bisa
diselingi dengan melakukan kebaikan yang lain. Sehingga membantu kita segar
kembali dan bisa menulis dengan lebih baik.
1.
Diriwayatkan oleh Imam
At-Tarmidzi Rasulullah saw bersabda, “Sungguh, yang pertama kali Allah ciptakan
adalah qalam (pena). Dia berfirman kepada qalam, ‘Tulislah.’ Pena bertanya,
‘Apa yang akan saya tulis?’ Allah berfirman, “Tulislah takdir.’ Maka pada saat
itulah qalam mencatat apa yang telah dan akan terjadi sampai selama-lamanya.”
(HR. Tarmidzi, No. 3319).[1] Imam At-Tarmidzi berkata, hadis ini hasan sahih
gharib. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud, No. 4700, dan Al-Baihaqi,
No. 204. Juga diriwayatkan Imam Ahmad, dan At-Thabari dalam tafsirnya
2.
Saya baru tahu maksud ungkapan ini. Dalam An-Nahl: 66 Allah berfirman, “Dan sesungguhnya pada
binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu
minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara
tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” Salah satu hikmahnya adalah bahwa konsekuensi ikhlas yaitu seseorang
bergerak sedemikain rupa di tengah masyarakat dan melewati faktor-faktor baik
dan buruk yang ada dalam lingkungan, namun tidak terpengaruh oleh lingkungan.
No comments:
Post a Comment